I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis energi yang terjadi
di Indonesia dan di Riau khususnya ditandai
dengan semakin langkanya Bahan Bakar Minyak (BBM) di tengah-tengah masyarakat
serta harga BBM yang merangkak naik disebabkan harga minyak dunia yang semakin
tinggi. Rencana penghapusan subsidi BBM secara bertahap menyebabkan kenaikan
harga BBM. Kenaikan ini mempengaruhi daya beli masyarakat digolongan ekonomi
lemah dan mengurangi kemampuan dari industri kecil yang menggunakan BBM.
Semakin
berkurangnya sumber bahan bakar yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari hari
seperti minyak tanah dan gas bumi, membuat masyarakat dengan taraf ekonomi
rendah mulai mencari sumber bahan bakar yang mampu menggantikan bahan bakar
minyak yang biasa digunakan oleh masyarakat, Sehingga muncul bahan bakar
alternatif yang dapat diperbaharui (renewable)
yaitu dari limbah perkebunan kelapa
sawit yang sampai sekarang belum ada pemanfaatannya secara intensif dan
optimal.
Energi adalah sesuatu yang memang sangat dibutuhkan manusia,
energi digunakan dalam berbagai macam hal, Beberapa
macam energi terbarukan berasal dari sumber-sumber alam yang terus-menerus dan
berkelanjutan diisi ulang. Memanfaatkan energi dari air, matahari angin,
tanaman, dan sumber-sumber terbarukan lainnya. Hal ini diyakini bahwa energi
terbarukan akan bermuara pada lingkungan yang bersih, kemandirian energi, dan
ekonomi yang lebih kuat.
Penulis akan membahas tentang energi terbarukan dari
tanaman yaitu dari tanaman kelapa sawit, dimana penulis memanfaatkan limbah
pelepah kelapa sawit sebagai sumber bahan baku pembuatan briket arang.
Pelepah kelapa sawit merupakan salah
satu limbah perkebunan kelapa sawit yang belum banyak di manfaatkan. Pada tanaman
dewasa di temukan 40–50 pelepah atau lebih dengan panjang bisa mencapai 7,5–9
m, dengan produksi perbatang 27 pelepah pertahun, tergantung umur tanaman dan
jenis tanah. Pelepah kelapa sawit merupakan hasil sampingan dari pemanenan buah
kelapa sawit. Menurut Devendra (1990),
siklus pemangkasan setiap 14 hari, tiap pemangkasan sekitar 3 pelepah daun
dengan berat 1 pelepah mencapai 10 kg. Satu ha lahan ditanami sekitar 148 pohon
sehingga setiap 14 hari akan dihasilkan 4.440 kg atau 8.880 kg/bulan/ha.
Pelepah kelapa sawit memiliki potensi
yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket arang.
Pelepah kelapa sawit akan diolah lebih intensif sehingga diharapkan dapat
mengurangi konsumsi akan minyak bumi. Terlebih lagi setelah beredarnya isu kenaikan
harga BBM (khususnya minyak tanah) dan BBG (elpiji) menyadarkan kita bahwa
konsumsi energi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, tidak seimbang
dengan ketersediaan sumber energi tersebut. Kelangkaan dan kenaikan harga
minyak akan terus terjadi karena sifatnya yang tidak dapat diperbarui (nonrenewable). Hal ini harus segera
diimbangi dengan penyediaan sumber energi alternatif yang dapat diperbarui (renewable), melimpah jumlahnya, dan
murah harganya sehingga terjangkau oleh masyarakat luas.
1.2. Rumusan Masalah
Tingginya kebutuhan masyarakat akan
bahan bakar minyak, sedangkan keberadaannya sudah mulai berkurang. Belum dimanfaatkannya
pelepah kelapa sawit secara optimal sebagai bahan bakar alternatif.
1.3. Tujuan
Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan:
a. Membuat
briket arang dengan memanfaatkan pelepah kelapa sawit
b. Menguji
kualitas briket arang dari bahan baku pelepah kelapa sawit.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Secara tidak langsung dapat mengurangi pengerusakan hutan bakau,
yang saat ini di jadikan bahan baku pembuatan arang, dengan adanya
penelitian ini di harapkan pemanfaatan tanaman bakau sebagai bahan baku pembuat
arang dapat di hindari.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Briket
Arang
Bahan bakar adalah bahan yang dapat
meneruskan proses pembakaran dengan sendirinya disertai dengan pengeluaran
kalor, Salah satu contoh bahan bakar tersebut adalah abriket arang, Arang merupakan residu
yang berbentuk padat dari hasil pembakaran kayu pada kondisi terkontrol.
Arang adalah suatu padatan berpori yang
mengandung 85-95% karbon dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon
dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan
agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan
yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi tidak teroksidasi
(Sembiring dan Sinaga, 2003).
Konversi kayu menjadi arang merupakan
salah satu proses yang paling tua yang dilakukan oleh umat manusia. Saat ini
teknologi memproduksi arang adalah penting dalam negara-negara industri dan
negara-negara berkembang. Rendemen praktis rata- rata
produksi arang secara industri sekitar 35%. Produk yang diperoleh juga
tergantung pada kayu, dan tergantung pada faktor-faktor seperti spesies kayu
dan ukuran kayu,
sistem karbonisasi, waktu pemprosesan dan suhu akhir
(Anonim, 1995).
Arang aktif yaitu arang yang mempunyai daya serap
tinggi terhadap cairan atau gas. Arang aktif dibuat dengan cara mengalirkan uap
panas melalui serbuk atau butiran arang pada suhu 900oC. Selain itu dapat pula dibuat
dari serbuk kayu yang dicampur dengan bahan kimia melalui proses pengarangan
dan aktivasi secara bersama pada suhu sekitar 600oC (Anonim, 1988).
|
Gambar 1. Briket Arang
Hartoyo dan Nurhayati (1976) menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kadar karbon terikat dan zat menguap, suhu akhir pengarangan harus
lebih besar dari 500ÂșC.
Beglinger dalam
Hartoyo dan Tjutju. (1976) mengelompokan arang berdasarkan penggunaannya
sebagai berikut :
1. Keperluan
rumah tangga dan bahan bakar khusus seperti binatu, tungku, pembakar,
pengeringan daging, ikan, tembakau.
2. Keperluan
metalurgi seperti industri aluminium, plat baja, penyepuhan kobalt, tembaga,
nikel, besi kasar, serbuk besi, baja, molybedenium, campuran logam khusus,
pengecoran dan pertambangan.
3.
Dalam industri kimia,
arang banyak digunakan untuk karbon aktif, karbon monoksida, elektroda gelas,
campuran resin, obat-obatan, makanan ternak, karet, serbuk hitam, karbon
bisulfida, katalisator, pupuk, perekat, magnesium,plastik, kalium sianida, natrium sianida, grafit,
galvanisasi, dan bahan penyerap dalam silinder.
Tabel 1. Pengujian Kualitas Briket Arang sesuai SNI
01-6235-2000
JENIS UJI
|
SATUAN
|
PERSYARATAN
|
Kadar
Air
|
%
|
Maksimum
8
|
Kadar
Abu
|
%
|
Maksimum
8
|
Zat
Mudah Menguap Pada Pemanasan 950 0C
|
%
|
Maksimum
15
|
Nilai
Kalor
|
Kal/g
|
Minimum
5000
|
Sumber : Sholichah dan
Afiffah (2011)
2.2.
Limbah Padat Kebun Kelapa Sawit
Industri
kelapa sawit merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian
Indonesia. Dalam proses produksinya,
selain menghasilkan CPO dan
PKO (Palm Kernel Oil)
dihasilkan juga limbah.
Limbah yang dihasilkan terdiri dari berbagai jenis limbah padat dan limbah
cair, serta limbah gas. Karena volume panen yang cukup tinggi per tahunnya,
secara otomatis volume limbah yang
dihasilkan per tahunnya juga luar biasa
tinggi.
Tanaman kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah
utama yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket arang yaitu
pelepah daun kelapa sawit, lumpur minyak sawit dan bungkil inti sawit. Limbah ini
cukup berlimpah sepanjang tahun, namun penggunaannya sebagai sumber energi
alternatif belum maksimal, terlebih lagi belum adanya penyuluhan dari
pemerintah terkait kepada masyarakat untuk memanfaatkan pelepah kelapa sawit
yang bisa ditemukan di sekitar kita mampu menjadi energi alternatif dengan
mengolah pelepah tersebut menjadi briket arang.
Pada
umumnya, limbah cair
yang dihasilkan oleh
pabrik kelapa sawit seperti lumpur minyak sawit dibuang ke
perairan. Adapun untuk limbah padat, secara sederhana dibuang ke lahan kosong, dikubur,
atau dibakar di dalam incinerator. namun dengan berkembangnya
kesadaran manusia terhadap
lingkungan hidup dan
kualitas sumber daya alam, cara pembuangan limbah tadi tidak diperkenan lagi.
Apalagi jika limbah yang
dihasilkan dapat merusak lingkungan
hidup dan menghasilkan polusi.
Tabel 2. Nilai Energi Panas (Calorific Value) dari Limbah Padat Kelapa
Sawit (Berdasarkan Berat Kering).
Limbah
|
Rata-Rata Calorific Value (kJ/kg)
|
Kisaran (kJ/kg)
|
TKKS
|
18.795
|
18.000 – 19.920
|
Serat
|
19.055
|
18.800 – 19.580
|
Cangkang
|
20.093
|
19.500 – 20.750
|
Batang
|
17.471
|
17.000 – 17.800
|
Pelepah
|
15.719
|
15.400 – 15.680
|
Sumber:
Ma dkk. (2003)
2.2.1. Pelepah kelapa
sawit
Pelepah merupakan salah satu biomassa limbah perkebunan
yang cukup banyak dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit. Umumnya limbah
pelepah kelapa sawit dibiarkan begitu saja membusuk tanpa ada perlakuan
pengolahan lebih lanjut. Pelepah kelapa sawit mengandung selulosa sebesar 40,96
% (saswono, 2010). Kandungan selulosa yang cukup tinggi tersebut merupakan
suatu potensi agar pelepah sawit dapat diolah lebih lanjut sehingga hasil yang
diperoleh mempunyai manfaat dengan aplikasi dan nilai ekonomi yang tinggi. Salah
satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan manfaat pelepah kelapa sawit
adalah dengan mengolahnya menjadi briket arang.
III. METODE
PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di
laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina
Widya km 12,5 Panam dan untuk Pengujian Nilai Kalor Briket Arang diuji di Laboratorium
Mineral Sucofindo jl. Jend. A. Yani no. 79, Pekanbaru, Penelitian ini akan di
lakukan selama 2 bulan yaitu pada Bulan Maret sampai April 2013.
3.2. Alat Dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: alat pengukur kalor (bomb kalorimeter), alat pembakar
(tabung destilasi), kompor, cetakan arang, alat tulis, dan kamera (untuk
dokumentasi). Adapun Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah pelepah
kelapa sawit. Pengambilan bahan dilakukan di sekitar tanaman kelapa sawit yang ada
di Kampus Fakultas Pertanian Universitas Riau.
3.3.Metode Penelitian
Metode
pengumpulan data menggunakan metode
rancangan acak lengkap (RAL) dimana
arang hasil karbonisasi akan di berikan 3 perlakuan berbeda dan 5 kali ulangan
dan berarti akan menggunakan briket arang sebanyak 15 briket, namun sebelum dilakukan
pencetakan menjadi briket arang, sebelum diberikan perlakuan arang hasil
pembakaran ditumbuk kemudian diberikan perlakuan sebagai berikut:
B0
= Arang yang sudah di tumbuk dipisahkan dari ampas kasar tanpa dilakukan
pengayakan.
B1
= Arang yang sudah ditumbuk, dihaluskan dengan
menggunakan ayakan 50 mesh.
B2=
Arang yang sudah ditumbuk, dihaluskan dengan menggunakan
ayakan 70 mesh.
3.4.
Persiapan
Bahan Baku
Pelepah kelapa sawit dicincang
kemudian dikering anginkan dengan suhu ruangan selama 3 hari, setelah kering
angin bahan tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat awal sebelum dilakukan pembakaran
atau karbonisasi. Bahan baku diambil
langsung dari pokok kelapa sawit, pelepah yang digunakan adalah pelepah yang
sudah kering dan sudah dipotong dari batangnya, dengan kata lain menggunakan
limbah pasca panen dari kebun kelapa sawit.
3.5.
Proses
Pembuatan
3.5.1.
Karbonisasi
Bahan
Pelepah kelapa sawit dimasukkan ke dalam
tungku untuk proses kabonisasi atau pembakaran hingga menjadi arang, kemudian dilakukan
pendinginan selama l2 jam. Hasil karbonisasi kemudian dihaluskan sesuai
perlakuan sebelum dilakukan pencetakan briket arang.
Proses pengarangan (pirolisa) adalah
penguraian biomassa (lysis) menjadi panas (pyro) pada suhu lebih dari 1500C.
Proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisa primer dan
pirolisa sekunder. Pirolisa
primer adalah pirolisa
yang terjadi pada
bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang
terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer (Abdullah, dkk 1991).
3.5.2. Pencampuran
perekat
Sifat alamiah bubuk arang
cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat atau lem, butir-butir
arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Namun,
permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan dipilih. Penentuan
jenis bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket
arang ketika dinyalakan dan dibakar. Faktor harga dan ketersediaannya di
pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat
memiliki daya lekat yang berbeda-beda karakteristiknya (Sudrajat, 1983).
Pembuatan briket dengan
penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa
menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang,
kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah)
(Sudrajat, 1983).
Kurniawan dan Marsono (2008)
menyatakan perekat aci terbuat dari tepung tapioka yang mudah dibeli dari toko
makanan dan di pasar. Perekat ini biasa digunakan untuk mengelem perangko dan
kertas. Cara membuatnya sangat mudah, yaitu cukup mencampurkan tepung tapioka
dengan air, lalu dididihkan diatas kompor. Selama pemanasan tepung diaduk
terus-menerus agar tidak menggumpal. Warna tepung yang semula putih akan
berubah menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa lengket
di tangan.
3.5.3.
Pencetakan
Tekanan diberikan untuk menciptakan kontak antara
permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah bahan perekat
dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan
cair akan mulai mengalir membagi diri kepermukaan bahan. Pada saat yang
bersamaan dengan terjadinya aliran maka perekat juga mengalami perpindahan dari
permukaan yang diberi perekat
kepermukaan yang belum terkena perekat (Kirana, dalam Agussalim 1995).
3.5.4.
Pengeringan
Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan
kembali air yang telah ditambahkan pada proses pencampuran. Pengeringan
dilakukan terhadap briket, agar air yang tersimpan dalam briket dapat diuapkan,
sehingga tidak mengganggu pada saat briket di bakar (Widayanti, 1995).
Penguapan
ini terhenti bila tingkat kebasahan permukaan “sama” dengan tingkat kebasahan
udara disekelilingnya. Tidak ada lagi sejumlah energi yang berpisah atau
berpindah dari luar ke dalam atau sebaliknya. Namun meskipun bahan telah
dikeringkan hingga mencapai kadar air yang minimum, kadar airpun akhirnya bisa
meningkat lagi bila kontak dengan media/udara yang kebasahannya tinggi untuk
menjadi seimbang. Keadaan ini di sebut kadar air kesetimbangan
(Widayanti,1995).
Gambar
2: Diagram Proses Pembuatan Briket Arang
3.6.
Pengujian
dan Analisis yang di Amati
3.6.1.
Nilai
Kalor
Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan menggunakan alat
bomb kalorimeter.
Dimana ;
Q =
Nilai kalor (K/g)
T1
= Suhu awal sebelum dibakar oC
T2 = Suhu akhir setelah dibakar oC
m = Berat bahan yang di bakar (g)
Cv = Panas jenis bomb kalorimeter (kJ/kg oC)
3.6.2.
Pengujian
dan Analisis Kadar Air
Menghitung kadar air briket arang berguna untuk menentukan daya bakar dan
produksi asap Briket arang. Briket arang basah di
timbang untuk mendapatkan data berat basah briket arang (W1), kemudian riket
arang di keringkan untuk mendapatkan data berat kering arang(W2) lalu hitung
kadar air dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
KA = Kadar Air (%)
W1 = Berat Basah Briket Arang (g)
W2
= Berat Kering Briket Arang(g)
3.6.3.
Daya
Bakar Briket Arang.
Mengamati daya bakar dilakukan untuk
mengetahui lama waktu terbakarnya bahan, yaitu dengan membakar briket hingga
muncul bara. Perhitungan waktu dimulai pada saat briket membara hingga menjadi debu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Nilai Kalor
Nilai kalori briket arang antara lain dipengaruhi oleh
ukuran partikel arang, kerapatan dan bahan baku arang. Makin kecil ukuran
partikel maka nilai kalorinya makin tinggi, demikian juga semakin kecil ukuran
partikel semakin tinggi pula kerapatannya.
Sudrajat (1983), mengatakan bahwa kayu dengan berat jenis
tinggi, cenderung menghasilkan briket dengan nilai kalori tinggi. Nilai kalori
briket arang sangat penting karena ada kaitannya dengan efisiensi atau
penghematan suatu bahan bakar. Apabila nilai kalor rendah berarti jumlah bahan
bakar yang digunakan dan dibutuhkan untuk pembakaran atau pemanasan akan lebih
banyak, tetapi bila nilai kalornya tinggi berarti jumlah bahan bakar
yangdigunakan untuk pembakaran akan lebih sedikit, nilai kalori briket arang
merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas briket arang, layak atau
tidak digunakan sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai kalori suatu briket
arang makin tinggi pula kualitasnya dan harga jualnya pun akan tinggi.
Dari hasil
analisis nilai kalor terhadap briket arang, di dapatkan nilai kalor briket arang
sebagai berikut:
Gambar 3: hubungan
perlakuan terhadap nilai kalor briket arang
Dari gambar di atas dapat di simpulkan
bricket yang memiliki nilai kalor tertinggi adalah briket dengan perlakuan 70
mesh dengan nilai kalor 5687 KCal/kg kemudian briket dengan pelakuan 50 mesh
dengan nilai kalor 5449 Kcal/Kg dan briket tanpa atau non ayakan dengan nilai
kalor 5439 Kcal/Kg
4.2.
Kadar
Air
Persentase
jumlah kandungan air pada briket arang, semakin rendah kadar air maka semakin
bagus mutu briket arang dan semakin tinggi pula nilai kalor yang terkandung di
dalam briket arang tersebut. Dari hasil analisis kadar air dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4: hubungan
perlakuan terhadap kadar air
Dari Gambar di atas dapat di
simpulkan bahwa briket arang tersebut masih memiliki kadar air yang cukup
tinggi dan belum ada yang memenuhi standar SNI, yang mana briket arang yang
baik itu hanya memiliki kadar air maksimum 8% saja, sedang kan dari hasil
pengujian di lapangan memiliki kadar air rata rata dia tas 26,00%, hal ini mungkin
di sebabkan pengerjaannya yang masih manual dan minim teknologi dalam
pengujiannya.
4.3. Daya Bakar
Mengamati
daya bakar dilakukan untuk mengetahui lama waktu terbakarnya bahan, yaitu
dengan membakar briket hingga muncul bara. Perhitungan waktu dimulai pada saat
briket membara hingga menjadi debu. Daya
bakar biket arang sangat perlu di uji karna hal ini akan menunjukkan seberapa
besar penggunaan bahan bakar, semakin lama brket arang habis maka semakin
sedikit bahan bakar yang di gunaka dan semakin irit atau semakin kecil
pengeluaran rumah tangga untuk bahan bakar. Pada penelitian ini peneliti
mememukan bahwa briket arang pelepah kelapa sawit memiliki daya bakar sebagai
berikut :
Gambar 5: hubungan
perlakuan terhadap daya bakar
Dari data tabel
diatas dapat d simpulkan bahwa Pengukuran pada briket arang menunjukkan bahwa
hasil terbaik di
peroleh pada perlakuan 70 mesh dimana
rata-rata lama pembakarannya
yaitu 0,017 g/menit, kemudian pada perlakuan 50 mesh yaitu 0,018 g/menit dan non ayakan yaitu 0,021 g/menit
V. KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas penulis menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Semakin tinggi nilai
kalor briket arang maka kualitas briket arang akan semakin bagus.
2.
Kadar air briket
arang menentukan daya bakar briket arang, semakin rendah kadar air maka semakin
bagus kualitas briket arang.
3.
Perlakuan terhadap
briket arang mempengaruhi nilai kalor, kadar air dan daya bakar briket arang
itu sendiri.
4.
Daya bakar briket
arang menentukan keefisienan dalam pennggunaan bahan bakar briket arang,
semakin lama bertahan maka semakin
efisien dalam menggunakan bahan bakar
5.
Nilai kalor briket
arang 70 mesh jauh lebih baik di bangdingkan 50 mesh dan non ayakan.
6.
Pada penelitian ini
briket dengan perlakuan 50 mesh memiliki kadar air yang lebih baik di
bandingkan non ayakan dan 70mesh.
7.
Daya bakar briket
dengan perlakuan 70 mesh lebih baik di bandingkan daya bakar briket dengan
perlakuan 50 mesh dan non ayakan.
8.
Tekanan pada saat
pencetakan briket arang dapat menentukan banyaknya bahan baku atau tepung arang
yang di gunakan untuk membuat briket arang.
5.2. saran
1.
pada saat pencetakan
disarankan menimbang bahan baku yang digunakan, hal ini bertujuan untuk
menghitung tekanan briket arang.
2.
Untuk mencegah
munculnya asap yang terlalu banyak dan tebal pada saat pembakaran di sarankan
briket arang benar benar dalam kodisi kering.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus