Minggu, 20 Oktober 2013

briket arang pelepah kelapa sawit



I.         PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Krisis energi yang terjadi di  Indonesia dan di Riau khususnya ditandai dengan semakin langkanya Bahan Bakar Minyak (BBM) di tengah-tengah masyarakat serta harga BBM yang merangkak naik disebabkan harga minyak dunia yang semakin tinggi. Rencana penghapusan subsidi BBM secara bertahap menyebabkan kenaikan harga BBM. Kenaikan ini mempengaruhi daya beli masyarakat digolongan ekonomi lemah dan mengurangi kemampuan dari industri kecil yang menggunakan BBM.
Semakin berkurangnya sumber bahan bakar yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari hari seperti minyak tanah dan gas bumi, membuat masyarakat dengan taraf ekonomi rendah mulai mencari sumber bahan bakar yang mampu menggantikan bahan bakar minyak yang biasa digunakan oleh masyarakat, Sehingga muncul bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui (renewable) yaitu dari limbah perkebunan  kelapa sawit yang sampai sekarang belum ada pemanfaatannya secara intensif dan optimal.
Energi adalah sesuatu yang memang sangat dibutuhkan manusia, energi digunakan dalam berbagai macam hal, Beberapa macam energi terbarukan berasal dari sumber-sumber alam yang terus-menerus dan berkelanjutan diisi ulang. Memanfaatkan energi dari air, matahari angin, tanaman, dan sumber-sumber terbarukan lainnya. Hal ini diyakini bahwa energi terbarukan akan bermuara pada lingkungan yang bersih, kemandirian energi, dan ekonomi yang lebih kuat.
Penulis akan membahas tentang energi terbarukan dari tanaman yaitu dari tanaman kelapa sawit, dimana penulis memanfaatkan limbah pelepah kelapa sawit sebagai sumber bahan baku pembuatan briket arang.
Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu limbah perkebunan kelapa sawit yang belum banyak di manfaatkan. Pada tanaman dewasa di temukan 40–50 pelepah atau lebih dengan panjang bisa mencapai 7,5–9 m, dengan produksi perbatang 27 pelepah pertahun, tergantung umur tanaman dan jenis tanah. Pelepah kelapa sawit merupakan hasil sampingan dari pemanenan buah kelapa sawit. Menurut  Devendra (1990), siklus pemangkasan setiap 14 hari, tiap pemangkasan sekitar 3 pelepah daun dengan berat 1 pelepah mencapai 10 kg. Satu ha lahan ditanami sekitar 148 pohon sehingga setiap 14 hari akan dihasilkan  4.440 kg atau 8.880 kg/bulan/ha.
Pelepah kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket arang. Pelepah kelapa sawit akan diolah lebih intensif sehingga diharapkan dapat mengurangi konsumsi akan minyak bumi. Terlebih lagi setelah beredarnya isu kenaikan harga BBM (khususnya minyak tanah) dan BBG (elpiji) menyadarkan kita bahwa konsumsi energi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, tidak seimbang dengan ketersediaan sumber energi tersebut. Kelangkaan dan kenaikan harga minyak akan terus terjadi karena sifatnya yang tidak dapat diperbarui (nonrenewable). Hal ini harus segera diimbangi dengan penyediaan sumber energi alternatif yang dapat diperbarui (renewable), melimpah jumlahnya, dan murah harganya sehingga terjangkau oleh masyarakat luas.

1.2. Rumusan Masalah
Tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan bakar minyak, sedangkan keberadaannya sudah mulai berkurang. Belum dimanfaatkannya pelepah kelapa sawit secara optimal sebagai bahan bakar alternatif.

1.3. Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
a.       Membuat briket arang dengan memanfaatkan pelepah kelapa sawit
b.      Menguji kualitas briket arang dari bahan baku pelepah kelapa sawit.

1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Secara tidak langsung dapat mengurangi pengerusakan hutan bakau, yang saat ini di jadikan bahan baku pembuatan arang, dengan adanya penelitian ini di harapkan pemanfaatan tanaman bakau sebagai bahan baku pembuat arang dapat di hindari.

                                    II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Briket Arang
Bahan bakar adalah bahan yang dapat meneruskan proses pembakaran dengan sendirinya disertai dengan pengeluaran kalor, Salah satu contoh bahan bakar tersebut adalah abriket arang, Arang merupakan residu yang berbentuk padat dari hasil pembakaran kayu pada kondisi terkontrol.
Arang adalah suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi tidak teroksidasi (Sembiring dan Sinaga, 2003).
Konversi kayu menjadi arang merupakan salah satu proses yang paling tua yang dilakukan oleh umat manusia. Saat ini teknologi memproduksi arang adalah penting dalam negara-negara industri dan negara-negara berkembang. Rendemen praktis rata- rata produksi arang secara industri sekitar 35%. Produk yang diperoleh juga tergantung pada kayu, dan tergantung pada faktor-faktor seperti spesies kayu dan ukuran kayu, sistem karbonisasi, waktu pemprosesan dan suhu akhir (Anonim, 1995).
Arang aktif yaitu arang yang mempunyai daya serap tinggi terhadap cairan atau gas. Arang aktif dibuat dengan cara mengalirkan uap panas melalui serbuk atau butiran arang pada suhu 900oC. Selain itu dapat pula dibuat dari serbuk kayu yang dicampur dengan bahan kimia melalui proses pengarangan dan aktivasi secara bersama pada suhu sekitar 600oC  (Anonim, 1988).
Sumber: google.com
 
Description: C:\Users\aaa\Pictures\bengkuludb3.jpg
Gambar 1. Briket Arang
Hartoyo dan Nurhayati (1976) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kadar karbon terikat dan zat menguap, suhu akhir pengarangan harus lebih besar dari 500ÂșC.
Beglinger dalam Hartoyo dan Tjutju. (1976) mengelompokan arang berdasarkan penggunaannya sebagai berikut :
1.      Keperluan rumah tangga dan bahan bakar khusus seperti binatu, tungku, pembakar, pengeringan daging, ikan, tembakau.
2.      Keperluan metalurgi seperti industri aluminium, plat baja, penyepuhan kobalt, tembaga, nikel, besi kasar, serbuk besi, baja, molybedenium, campuran logam khusus, pengecoran dan pertambangan.
3.      Dalam industri kimia, arang banyak digunakan untuk karbon aktif, karbon monoksida, elektroda gelas, campuran resin, obat-obatan, makanan ternak, karet, serbuk hitam, karbon bisulfida, katalisator, pupuk, perekat, magnesium,plastik, kalium sianida, natrium sianida, grafit, galvanisasi, dan bahan penyerap dalam silinder.
Tabel 1.  Pengujian Kualitas Briket Arang sesuai SNI 01-6235-2000
JENIS UJI
SATUAN
PERSYARATAN
Kadar Air
%
Maksimum 8
Kadar Abu
%
Maksimum 8
Zat Mudah Menguap Pada Pemanasan 950 0C
%
Maksimum 15
Nilai Kalor
Kal/g
Minimum 5000
Sumber : Sholichah dan Afiffah (2011)
2.2. Limbah Padat Kebun Kelapa Sawit
Industri  kelapa sawit merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia.  Dalam proses  produksinya,  selain  menghasilkan  CPO  dan  PKO  (Palm  Kernel  Oil)  dihasilkan  juga  limbah.  Limbah yang dihasilkan terdiri dari berbagai jenis limbah padat dan limbah cair, serta limbah gas. Karena volume panen yang cukup tinggi per tahunnya, secara otomatis volume limbah  yang dihasilkan per tahunnya  juga luar  biasa  tinggi. 
Tanaman kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah utama yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket arang yaitu pelepah daun kelapa sawit, lumpur minyak sawit dan bungkil inti sawit. Limbah ini cukup berlimpah sepanjang tahun, namun penggunaannya sebagai sumber energi alternatif belum maksimal, terlebih lagi belum adanya penyuluhan dari pemerintah terkait kepada masyarakat untuk memanfaatkan pelepah kelapa sawit yang bisa ditemukan di sekitar kita mampu menjadi energi alternatif dengan mengolah pelepah tersebut menjadi briket arang.
Pada  umumnya,  limbah  cair  yang  dihasilkan  oleh  pabrik  kelapa  sawit seperti lumpur minyak sawit dibuang ke perairan. Adapun untuk limbah padat, secara sederhana dibuang ke lahan kosong,  dikubur,  atau  dibakar  di dalam incinerator. namun dengan berkembangnya kesadaran  manusia  terhadap   lingkungan  hidup  dan  kualitas sumber daya  alam,  cara pembuangan  limbah tadi tidak diperkenan  lagi.  Apalagi jika  limbah  yang  dihasilkan dapat  merusak  lingkungan  hidup  dan menghasilkan polusi.
Tabel 2. Nilai Energi Panas (Calorific Value) dari Limbah Padat Kelapa Sawit    (Berdasarkan Berat Kering).
Limbah
Rata-Rata Calorific Value (kJ/kg)
Kisaran (kJ/kg)
TKKS
18.795
18.000 – 19.920
Serat
19.055
18.800 – 19.580
Cangkang
20.093
19.500 – 20.750
Batang
17.471
17.000 – 17.800
Pelepah
15.719
15.400 – 15.680
Sumber: Ma dkk. (2003)
2.2.1. Pelepah kelapa sawit
Pelepah merupakan salah satu biomassa limbah perkebunan yang cukup banyak dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit. Umumnya limbah pelepah kelapa sawit dibiarkan begitu saja membusuk tanpa ada perlakuan pengolahan lebih lanjut. Pelepah kelapa sawit mengandung selulosa sebesar 40,96 % (saswono, 2010). Kandungan selulosa yang cukup tinggi tersebut merupakan suatu potensi agar pelepah sawit dapat diolah lebih lanjut sehingga hasil yang diperoleh mempunyai manfaat dengan aplikasi dan nilai ekonomi yang tinggi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan manfaat pelepah kelapa sawit adalah dengan mengolahnya menjadi briket arang.
III.  METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya km 12,5 Panam dan untuk Pengujian Nilai Kalor Briket Arang diuji di Laboratorium Mineral Sucofindo jl. Jend. A. Yani no. 79, Pekanbaru, Penelitian ini akan di lakukan selama 2 bulan yaitu pada Bulan Maret sampai April 2013.

3.2.  Alat Dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat pengukur kalor (bomb kalorimeter), alat pembakar (tabung destilasi), kompor, cetakan arang, alat tulis, dan kamera (untuk dokumentasi). Adapun  Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pelepah kelapa sawit. Pengambilan bahan dilakukan di sekitar tanaman kelapa sawit yang ada di Kampus Fakultas Pertanian Universitas Riau.
3.3.Metode Penelitian
Metode pengumpulan data menggunakan  metode rancangan acak lengkap  (RAL) dimana arang hasil karbonisasi akan di berikan 3 perlakuan berbeda dan 5 kali ulangan dan berarti akan menggunakan briket arang sebanyak 15 briket, namun sebelum dilakukan pencetakan menjadi briket arang, sebelum diberikan perlakuan arang hasil pembakaran ditumbuk kemudian diberikan perlakuan  sebagai berikut:
B0 = Arang yang sudah di tumbuk dipisahkan dari ampas kasar tanpa dilakukan pengayakan.
B1 =  Arang yang sudah ditumbuk, dihaluskan dengan menggunakan ayakan 50 mesh.
B2=  Arang yang sudah ditumbuk, dihaluskan dengan menggunakan ayakan 70 mesh.
3.4.       Persiapan Bahan Baku
Pelepah kelapa sawit dicincang kemudian dikering anginkan dengan suhu ruangan selama 3 hari, setelah kering angin bahan tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat awal sebelum dilakukan pembakaran atau karbonisasi. Bahan baku diambil langsung dari pokok kelapa sawit, pelepah yang digunakan adalah pelepah yang sudah kering dan sudah dipotong dari batangnya, dengan kata lain menggunakan limbah pasca panen dari kebun kelapa sawit.

3.5.       Proses Pembuatan
3.5.1.      Karbonisasi Bahan
Pelepah kelapa sawit dimasukkan ke dalam tungku untuk proses kabonisasi atau pembakaran hingga menjadi arang, kemudian dilakukan pendinginan selama l2 jam. Hasil karbonisasi kemudian dihaluskan sesuai perlakuan sebelum dilakukan pencetakan briket arang.
Proses pengarangan (pirolisa) adalah penguraian biomassa (lysis) menjadi panas (pyro) pada suhu lebih dari 1500C. Proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisa primer dan pirolisa  sekunder.  Pirolisa  primer  adalah  pirolisa  yang  terjadi  pada  bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer (Abdullah, dkk 1991).           
3.5.2.      Pencampuran perekat
Sifat alamiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat atau lem, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Namun, permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan dipilih. Penentuan jenis bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket arang ketika dinyalakan dan dibakar. Faktor harga dan ketersediaannya di pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat memiliki daya lekat yang berbeda-beda karakteristiknya (Sudrajat, 1983).
Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah) (Sudrajat, 1983).
Kurniawan dan Marsono (2008) menyatakan perekat aci terbuat dari tepung tapioka yang mudah dibeli dari toko makanan dan di pasar. Perekat ini biasa digunakan untuk mengelem perangko dan kertas. Cara membuatnya sangat mudah, yaitu cukup mencampurkan tepung tapioka dengan air, lalu dididihkan diatas kompor. Selama pemanasan tepung diaduk terus-menerus agar tidak menggumpal. Warna tepung yang semula putih akan berubah menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa lengket di tangan.
3.5.3.      Pencetakan
Tekanan diberikan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah bahan perekat dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai mengalir membagi diri kepermukaan bahan. Pada saat yang bersamaan dengan terjadinya aliran maka perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang  diberi perekat kepermukaan yang belum terkena perekat (Kirana, dalam Agussalim 1995).
3.5.4.      Pengeringan
Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan kembali air yang telah ditambahkan pada proses pencampuran. Pengeringan dilakukan terhadap briket, agar air yang tersimpan dalam briket dapat diuapkan, sehingga tidak mengganggu pada saat briket di bakar (Widayanti, 1995).
Penguapan ini terhenti bila tingkat kebasahan permukaan “sama” dengan tingkat kebasahan udara disekelilingnya. Tidak ada lagi sejumlah energi yang berpisah atau berpindah dari luar ke dalam atau sebaliknya. Namun meskipun bahan telah dikeringkan hingga mencapai kadar air yang minimum, kadar airpun akhirnya bisa meningkat lagi bila kontak dengan media/udara yang kebasahannya tinggi untuk menjadi seimbang. Keadaan ini di sebut kadar air kesetimbangan (Widayanti,1995).





Flowchart: Alternate Process: Bahan baku  


 









Gambar 2: Diagram Proses Pembuatan Briket Arang
3.6.       Pengujian dan Analisis yang di Amati

3.6.1.      Nilai Kalor
 Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan menggunakan alat bomb kalorimeter.
       Dimana ;
Q           =    Nilai kalor (K/g)
T1          =    Suhu awal sebelum dibakar oC
T2          =    Suhu akhir setelah dibakar oC
m           =    Berat bahan yang di bakar (g)
Cv          =    Panas jenis bomb kalorimeter (kJ/kg oC)

3.6.2.      Pengujian dan Analisis Kadar Air
Menghitung kadar air briket arang berguna untuk menentukan daya bakar dan produksi asap Briket arang. Briket arang basah di timbang untuk mendapatkan data berat basah briket arang (W1), kemudian riket arang di keringkan untuk mendapatkan data berat kering arang(W2) lalu hitung kadar air dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
KA = Kadar Air (%)
W1 = Berat Basah Briket Arang (g)
W2 = Berat Kering Briket Arang(g)
3.6.3.      Daya Bakar Briket Arang.
            Mengamati daya bakar dilakukan untuk mengetahui lama waktu terbakarnya bahan, yaitu dengan membakar briket hingga muncul bara. Perhitungan waktu dimulai pada saat briket  membara hingga menjadi debu.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Nilai Kalor
       Nilai kalori briket arang antara lain dipengaruhi oleh ukuran partikel arang, kerapatan dan bahan baku arang. Makin kecil ukuran partikel maka nilai kalorinya makin tinggi, demikian juga semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi pula kerapatannya.
       Sudrajat (1983), mengatakan bahwa kayu dengan berat jenis tinggi, cenderung menghasilkan briket dengan nilai kalori tinggi. Nilai kalori briket arang sangat penting karena ada kaitannya dengan efisiensi atau penghematan suatu bahan bakar. Apabila nilai kalor rendah berarti jumlah bahan bakar yang digunakan dan dibutuhkan untuk pembakaran atau pemanasan akan lebih banyak, tetapi bila nilai kalornya tinggi berarti jumlah bahan bakar yangdigunakan untuk pembakaran akan lebih sedikit, nilai kalori briket arang merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas briket arang, layak atau tidak digunakan sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai kalori suatu briket arang makin tinggi pula kualitasnya dan harga jualnya pun akan tinggi.
       Dari hasil analisis nilai kalor terhadap briket arang, di dapatkan nilai kalor briket arang sebagai berikut:
Gambar 3: hubungan perlakuan terhadap nilai kalor briket arang
       Dari gambar di atas dapat di simpulkan bricket yang memiliki nilai kalor tertinggi adalah briket dengan perlakuan 70 mesh dengan nilai kalor 5687 KCal/kg kemudian briket dengan pelakuan 50 mesh dengan nilai kalor 5449 Kcal/Kg dan briket tanpa atau non ayakan dengan nilai kalor 5439 Kcal/Kg
4.2. Kadar Air
Persentase jumlah kandungan air pada briket arang, semakin rendah kadar air maka semakin bagus mutu briket arang dan semakin tinggi pula nilai kalor yang terkandung di dalam briket arang tersebut. Dari hasil analisis kadar air dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4: hubungan perlakuan terhadap kadar air
       Dari Gambar di atas dapat di simpulkan bahwa briket arang tersebut masih memiliki kadar air yang cukup tinggi dan belum ada yang memenuhi standar SNI, yang mana briket arang yang baik itu hanya memiliki kadar air maksimum 8% saja, sedang kan dari hasil pengujian di lapangan memiliki kadar air rata rata dia tas 26,00%, hal ini mungkin di sebabkan pengerjaannya yang masih manual dan minim teknologi dalam pengujiannya.
4.3. Daya Bakar
       Mengamati daya bakar dilakukan untuk mengetahui lama waktu terbakarnya bahan, yaitu dengan membakar briket hingga muncul bara. Perhitungan waktu dimulai pada saat briket  membara hingga menjadi debu. Daya bakar biket arang sangat perlu di uji karna hal ini akan menunjukkan seberapa besar penggunaan bahan bakar, semakin lama brket arang habis maka semakin sedikit bahan bakar yang di gunaka dan semakin irit atau semakin kecil pengeluaran rumah tangga untuk bahan bakar. Pada penelitian ini peneliti mememukan bahwa briket arang pelepah kelapa sawit memiliki daya bakar sebagai berikut :
Gambar 5: hubungan perlakuan terhadap daya bakar
 Dari data tabel diatas dapat d simpulkan bahwa Pengukuran pada briket arang menunjukkan  bahwa  hasil  terbaik  di  peroleh  pada  perlakuan 70 mesh  dimana   rata-rata   lama  pembakarannya  yaitu   0,017 g/menit, kemudian pada perlakuan 50 mesh yaitu 0,018 g/menit dan non ayakan  yaitu 0,021 g/menit



V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Semakin tinggi nilai kalor briket arang maka kualitas briket arang akan semakin bagus.
2.      Kadar air briket arang menentukan daya bakar briket arang, semakin rendah kadar air maka semakin bagus kualitas briket arang.
3.      Perlakuan terhadap briket arang mempengaruhi nilai kalor, kadar air dan daya bakar briket arang itu sendiri.
4.      Daya bakar briket arang menentukan keefisienan dalam pennggunaan bahan bakar briket arang, semakin  lama bertahan maka semakin efisien dalam menggunakan bahan bakar
5.      Nilai kalor briket arang 70 mesh jauh lebih baik di bangdingkan 50 mesh dan non ayakan.
6.      Pada penelitian ini briket dengan perlakuan 50 mesh memiliki kadar air yang lebih baik di bandingkan non ayakan dan 70mesh.
7.      Daya bakar briket dengan perlakuan 70 mesh lebih baik di bandingkan daya bakar briket dengan perlakuan 50 mesh dan non ayakan.
8.      Tekanan pada saat pencetakan briket arang dapat menentukan banyaknya bahan baku atau tepung arang yang di gunakan untuk membuat briket arang.


5.2. saran
1.      pada saat pencetakan disarankan menimbang bahan baku yang digunakan, hal ini bertujuan untuk menghitung tekanan briket arang.
2.      Untuk mencegah munculnya asap yang terlalu banyak dan tebal pada saat pembakaran di sarankan briket arang benar benar dalam kodisi kering.

2 komentar: